Tahun 2021, sebuah pandemi masih menyelimuti dunia. Aku mengikuti program KKN di sebuah desa kecil di pulau bangka Di sanalah aku pertama kali bertemu dia—Atika, Wajahnya manis dan selalu dihiasi senyum,

Hari itu, kami sedang membersihkan balai desa untuk kegiatan pengabdian masyarakat esok hari. Saat aku menyapu lantai, "Kamu kelihatan capek, mau istirahat dulu?" katanya lembut. Aku hanya tersenyum kecil dan menggeleng, meski di hatiku berdebar.

Malamnya, kelompok kami duduk bersama di bawah langit bertabur bintang, mengobrol ringan sambil menikmati jajanan dari pasar malam, dan tanpa sadar aku bertanya, "Kenapa kamu selalu kelihatan begitu peduli sama semua orang?" Atika tersenyum, menatap bintang sejenak sebelum menjawab, "Karena aku percaya, sekecil apa pun kebaikan yang kita lakukan, bisa berdampak besar buat orang lain." aku menyadari bahwa aku mulai menyukai Atika, bukan hanya karena senyumnya atau cara ia berbicara, tetapi karena hatinya yang penuh kebaikan.

Pada hari terakhir KKN, sebelum kami kembali ke kota, aku memberanikan diri untuk, beterima kasih untuk semua pelajaran tentang kebaikan yang kamu tunjukkan. Aku kagum pada caramu membuat segalanya terasa lebih baik. Jika tak keberatan, aku ingin mengenalmu lebih jauh." Tahun itu, pandemi mungkin mengurung banyak orang, tapi bagiku, KKN menjadi awal dari cerita yang baru—cerita tentang keberanian mencintai.